Di akhir tahun 2019 ini, saya baru menyadari bahwa sudah hampir lima tahun lamanya saya melakukan aktivitas menulis. Banyaknya karya yang saya hasilkan, memang belum sebanding dengan banyaknya waktu yang telah saya lalui selama lima tahun terakhir ini. Namun, lima tahun ini memang sangatlah berarti untuk dunia kepenulisan yang saya geluti. Rasanya hampir semua jenis tulisan telah saya coba tulis dan rasakan. Mulai dari, menulis naskah non-fiksi, menulis cerpen, menulis artikel, membuat modul, membuat copywriting, ghost writing, scriptwriting hingga menjadi editor naskah fiksi maupun non-fiksi. Ada dua hal yang belum saya coba, yaitu menulis naskah fiksi dan menulis skenario. Ya, mungkin di tahun depan saya perlu mencobanya.
Yang jelas, semua pengalaman tersebut saya jajaki bukanlah tanpa alasan. Dunia kepenulisan adalah dunia yang begitu luas, menjadi author saja menurut saya tidak cukup, saya ingin menjadi seorang writer. Meski begitu, ciri khas tetaplah harus dimiliki. Saya belajar bagaimana untuk hidup sebagai seorang penulis, salah satunya melalui artikel yang ditulis oleh Kern Carter di dalam aplikasi Medium dengan judul How to Make A Living As a Writer - Everything I know.
Disana, Carter menyampaikan bahwa untuk hidup sebagai seorang penulis, kamu harus bisa melakukan kombinasi aktivitas menulis itu sendiri. Seperti yang saya sebutkan tadi, kamu harus bisa menulis buku, artikel, membantu orang lain dengan ghost writing, menjadi editor dan lainnya. Itulah paket lengkap untuk hidup sebagai seorang penulis, not just as an author. Dengan begitu, di lingkungan manapun kamu berada, keahlian menulismu akan selalu dapat diandalkan.
Namun, apapun jenis tulisannya, di ranah manapun kamu memilih peran untuk menjadi penulis, berdasarkan pengalaman yang telah saya lalui selama ini, selalu ada tiga hal pasti yang perlu sama-sama kita sadari.
1. Apapun yang Ada di Dunia ini Adalah Sumber Tulisanmu
Ketika kali pertama saya mulai menulis blog, hal yang terus menerus saya pikirkan adalah "ide". Saya begitu khawatir jika kehabisan ide untuk membuat tulisan di hari selanjutnya. Tapi, semua ketakutan saya tersebut ternyata salah. Totally wrong. Semakin saya rutin dan paksakan diri untuk menulis, justru semakin saya tidak pernah kehabisan ide. Apapun yang saya lihat, rasakan, pikirkan, bayangkan, saya sentuh bahkan saya dengar, sangat mungkin untuk dijadikan sebuah tulisan yang menarik.
Kunci dari lahirnya sebuah tulisan sebenarnya bukan terletak pada ide yang hadir, melainkan action. Sebaik apapun ide yang kamu miliki, namun kalau terlambat sedikit saja untuk take action, maka jangan salahkan orang lain jika pada akhirnya tulisan yang bagus itu dilahirkan oleh tangan penulis lain.
Maka ketika ada yang mengeluh kepada saya seperti,
"Saya ingin sekali menulis, tapi saya bingung, saya tidak punya ide saat ini. Bagaimana solusinya?"
Saya hanya bisa menjawab, "Ya, tulis saja sekarang kebingungan kamu itu."
Karena pada intinya kebingungan yang dirasakan tersebut hanyalah karena kamu tidak segera take action. Melainkan terus berpikir dan berpikir, padahal inti dari menulis adalah mengetikkan atau menuliskan kata demi kata pada kertas yang masih kosong. Terkadang kita perlu menulis untuk menemukan apa yang sebenarnya ingin kita tulis.
Well, memang terdengar aneh, tapi itu nyata. Seringkali saya harus menulis secara random, apapun yang ingin saya tuliskan hingga akhirnya jari saya bergerak dengan cepat dan saat itulah, ketika sudah tiga lembar kertas kosong terisi secara random, justru inti dari ide yang ingin saya tuliskan baru saya temukan di lembar ke empat. Tidak masalah. Karena menulis adalah proses penemuan (Self-Discovery).
2. Menulis tidak Akan Maksimal Dilakukan Tanpa Membaca
Saya pernah berada pada titik dimana saya merasa, "Kok kata-kata yang saya tuliskan itu-itu saja ya?". Mungkin kamu juga pernah merasakannya. Padahal penulis ada sumber lahirnya kata demi kata hingga menjadi kalimat yang baik. Namun, apa jadinya jika kosakata kita saja terbatas? Maka dari itu, seorang penulis wajib menjadi pembaca yang ulung. Jangan pernah berani bermimpi menjadi penulis yang baik jika kamu masih malas bahkan tidak mau membaca. Ya, sedikit terdengar kejam mungkin? Tapi itu benar.
Suatu ketika saya pun pernah malas untuk membaca, maka tulisan yang saya lahirkan pun sangat tidak maksimal. Membaca adalah proses pertama yang harus dilakukan sebelum menulis. Dari proses membaca itulah kita akan mendapatkan tidak hanya kosakata yang baru, melainkan sudut pandang, ilmu, ide dan pengalaman baru dari sebuah buku.
Ketika mengisi kelas menulis online, saya pernah mendapatkan pertanyaan yang unik.
"Kak, saya ingin menjadi seorang penulis juga. Tapi saya sangat tidak suka membaca. Apakah ada cara dan solusi lain yang bisa direkomendasikan kepada saya agar saya tetap bisa menjadi penulis?"
Saya hanya bisa menjawab,
"Tidak ada solusi lain. Kamu harus memaksakan diri untuk membaca."
Kamu pun bisa menanyakan hal ini kepada penulis lainnya di luar sana, dan saya yakin bahwa jawaban mereka adalah sama. Jika kamu menemukan jawaban yang berbeda, beritahu saya ya :)
3. Menulis adalah Hasil dari Kerja Keras, Bukan Bakat
Semata
Pada awalnya saya tidak tahu apakah saya ini berbakat untuk menulis atau tidak. Modal yang saya gunakan untuk pertama kali menulis hanyalah pengalaman hidup dan satu kalimat "Coba aja dulu." Ternyata hasil coba-coba saya berbuah manis, ada respon positif yang saya dapatkan dari pembaca di blog saya dulu, sehingga membuat saya ketagihan untuk menulis lagi dan lagi. Saya melakukan repetisi setiap hari, melakukan hal yang sama sampai akhirnya menulis menjadi sebuah habit baru dalam hidup saya.
Rupanya, semakin sering saya menulis maka semakin banyak juga saya belajar dari kesalahan yang saya buat. Dari yang awalnya tulisan saya sangat berantakan dan kaku, perlahan saya belajar untuk menghasilkan tulisan dengan kualitas yang lebih baik. Tentunya dengan banyak cara, tidak hanya dilakukan secara otodidak. Saya juga berguru ke beberapa orang yang saya sebut sebagai mentor, kemudian saya mengikuti seminar, talkshow, workshop hingga training kepenulisan. Bagi saya, semua hal yang telah saya lalui adalah sebuah bentuk kerja keras. Dan dengan hal itu saya bisa menghasilkan sebuah buku yang dapat diterima oleh penerbit besar.
Saya bukan ingin berbangga diri akan pencapaian tersebut, namun saya ingin memberikan bukti kepada kamu bahwa semua orang pada dasarnya bisa menulis dan berkarya melalui tulisan. Tidak peduli apapun latar belakangnya, berapapun usianya. Syaratnya hanya niat 100%, berani berkomitmen dengan diri sendiri, mau belajar, mau membaca dan tidak pernah menyerah ketika mendapati kondisi-kondisi yang tidak mengenakkan hati (kritikan pedas pembaca).
Semangat selalu, ini sangat membantu sekali 😊
BalasHapusAlhamdulillah. Siap, semangat :D
HapusTerimakasih kak Saski 😊
BalasHapusSama-sama :)
HapusKeren ka suka bgt
BalasHapusTerimakasih Fivi :)
HapusWaaa... seneng banget mba saski ngeblog. jadi bisa saya baca
BalasHapusBisakah aku follow mbak ?
Silakan mbak, dengan senang hati :)
HapusMenginspirasi banget, Mba. Seperti itulah yg dialami ^_^
BalasHapusBtw, beda author sama penulis apa, Mba?
Author adalah orang-orang yang menulis sebuah buku mba. Tapi penulis sesungguhnya bukan hanya dia yang menulis buku, melainkan dia melakukan segala aktivitasnya dengan menulis.
HapusTerima kasih kak sas, sangat menginspirasi.
BalasHapusAlhamdulillah, sama-sama Rifa :)
HapusTerima kasih kak sas ☺☺☺ bismillah lagi kerja keras, mohon doanya 😀😀
BalasHapusSemangat Suyanti (^^)9
HapusMasya Allah, bermanfaat banget. Jadi harus terus belajar untuk bisa menekuni bidang kepenulisan yang luas ya...
BalasHapusIyaa betul sekali Nisa. Penulis haruslah seorang pembelajar sejati
Hapuskak saski mentor terbaik :) semangat kak saski :)
BalasHapusSelalu semangat dong :D
HapusPanutanqueee
BalasHapusHaloo Sahab :)
HapusTerus nulis kak tentang penulisan, hehe semangat
BalasHapusSiap, InsyaaAllah..
HapusMenulis itu walau sedikit baca bisa karena ceramah yang didengarkan dari berbagai penceramah bisa jadi tulisan lagi
BalasHapusYes, itu namanya re-writing :D
Hapus